KABUPATEN DHARMASRAYA
Kabupaten Dharmasraya adalah hasil dari Pemekaran dari Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Sumatera Barat, yang diresmikan tanggal 7 Januari 2004 oleh presiden RI secara simbolik di Istana Negara. Luas wilayah administrasi : 296.113 Ha/ 2.961,13 Km2. Kabupaten dharmasraya ini terdiri dari empat kecamatan yaitu kecamatan sungai rumbai, sitiung, pulau punjung dan koto baru. Kecamatan sitiung ini terdapat beberapa situs cagar budaya baik sebelum islam maupun pasca Islam.
Batas Wilayah Adminitrasi
Sebelah Utara : Kab. Swl/Sijunjung & Kab. Kuantan Singingi – Riau
Sebelah Selatan : Kab. Bungo & Kerinci Propinsi Jambi
Sebelah Barat : Kab. Solok & Kab. Solok Selatan
Sebelah Timur : Kab. Bungo & Tebo Prop. Jambi
Terdiri 4 Kecamatan 21 Nagari dan 109 Jorong/Desa.
Kondisi Geografis
Letak Geografis : 00 47’ 7’’ – 010 41’ 56” LS
1010 09’ 21’’ – 1010 54’ 27’’ BT
Ketinggian : 100 – 1.500 m DPL
Topografi : Bervariasi antara Berbukit, Bergelombang dan Datar
Rata-rata hari hujan : 14,35 hari/ bulan
Curah Hujan : 265,36 mm/ bulan
Suhu Berkisar : 20 – 33 C
Pendahuluan
Transisi zaman prasejarah ke zaman sejarah di Indonesia tidak lepas dari pengaruh agama Hindu-Budha yang sangat mendominasi sejarah Indonesia. diberbagai daerah di Nusantara, banyak kerajaan-kerajaan yang menguasai segala aspek kehidupan masyarakat.
Ada beberapa kerajaan yang menonjol di Indonesia pada masa Hindu-Budha. Di Jawa pada sekitar abad ke-XII M begitu juga dengan di Sumatra, banyak kerajaan yang berdiri seperti Sriwijaya dan Melayu.
Banyak catatan sejarah yang membahas tentang kerajan Sriwijaya, namun sedikit sekali catatan sejarah yang mencatat tentang kerajaan Malayu. Pada hal kerajaan Malayu juga mempunyai peran penting dalam sejarah Indnesia pada masa hindu-Budha.
Oleh karena itu perlu kita amati kembali tetang penulisan sejarah terutama sejarah kerajaan Malayu dan peningalan-peningalannya, seperti candi-candi dan situs peninggalan kerajaan melayu masa lalu. Di Dharmasraya yang kita kenal dengan kerajaan Suwarna Bumi merpakan keraajaan kedua di suamatara setelah kerajaan Sriwijaya. Kerajaan Dharmasraya terletak dikabupaten Dharmasraya yang dulunya Kab: Sawahlunto/Sijunjung Kec Sitiung kenagarian Siguntur.
Situs yang ada di Kecamatan Sitiung merupakan tanggung jawab semua orang khususnya para arkeolog dan sejarawan. Telah digambarkan beberapa poin penting baik dari impormasi mahasiswa yang ada di daerah itu sendiri maupun impormasi dari internet. Bahwa situs cagar budaya yang ada di kecamatan sitiung tidak di perhatikan oleh masyarakat.
Kami sebagai mahasiswa sejarah ingin ikut mengimpormasikan kepada masyarakat bahwa situs yang ada di daerah tersebut merupakan suatu peninggalan yang sangat penting. Dibawah bimbingan dosen Sudarman M.A sebagai dosen mata kuliah arkeologi, kami di beri tugas untuk melakukan observasi di situs pulau sawah yang berada di Dharmasraya Kecamatan Setiung.

Selain dari wawancara dan observasi, kami juga menggunakan tinjaun pustaka dan pelusuran melalui internet mengenai Dharmasraya umumnya dan situs Pulau Sawah yang ada di Kecamatan Sitiung.
Hasil Penelitian Mahasiswa Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam Fakultas Ilmu Budaya (ADAB)IAIN Imam Bonjol Padang, Juni 2008
Pada tanggal 28 juni 2008 dilaksanakan penelitian di Kenagarian Siguntur kabupaten Dharmasraya merupakan suatu daerah yang bersistem agraris, yang menghasilkan banyak hasil bumi terutama kebun karet dan sawit. Yang merupakan produksi utama bagi masyarakat Dharmasraya
Di Kecamatan Sitiung kenagarian Siguntur. Dengan objek penelitian salah satu situs (Candi Pulau Sawah) peninggalan Kerajaan Siguntur pada masa pemerintahan Raja Adityawarman yang bercorak Hindu-Budha. Di sekitar lingkungan masyarakat Siguntur terdapat makam raja-raja yang memerintah kerajaan Siguntur Dharmasraya. Makam-makam ini masih dirawat oleh masyarakat sekitar. Masyarakat sudah mulai sadar akan peninggalan-peninggalan yang merupakan salah satu aset kekayaan alam Kabupaten Dharmasraya.
Perpaduan antara Hindu-Budha dan Islam di Dharmasrya mempunyai corak tersendiri. Hasil peninggalan kombinasi antara dua kebudayaan tersebut disatukan pada suatu tempat yang sama yaitu rumah gadang. rumah gadang merupakan peninggalan pengaruh Islam, sedangkan benda-benda peninggalanyang lain seperti keris, ikat pinggang, stempel dan lain-lain dihiasi dalam rumah gadang tersebut berbentuk gambar-gambar.
Menuju situs sejarah itu, penuh dengan tatangan dan pesona dari lingkungan tersebut. Antara pemukiman masayarakat dengan lokasi situs pulau sawah dibatasi sungai batanghari yang menghubungkan antara Dharmasraya dengan daerah Jambi dan Riau. alat transportasi untuk sampai ke lokasi situs pulau sawah menggunakan perahu boat atau yang disebut oleh masyarakat setempat dengan “tempek”. Setelah sesampainya diseberang memerlukan perjalanan yang tidak begitu jauh sekitar 200 m.
Dari perjalanan menuju situs dapat dilihat kondisi bahwa belum begitu ada perhatian PEMDA setempat untuk mengelola situs tersebut menjadi tempat wisatawan. Dibagaiaa-bagian tempat disamping situs pulau sawah masih terdapat ladang para masyarakat sekitar, hal ini sudah diberitahukan oleh PEMDA untuk menjaga situs tersebut. Karena sebelum pemberitahuan PEMDA tentang perlindungan situs cagar budaya alam, masyarakat memanpaatkan puing-puing situs tersebut sebagai penghasilan dengan cara memperjual belikannya dan untuk bangunan rumah mereka.
Di daerah lokasi situs pulau sawah sudah dilakukan penggalian beberapa kali. Dari penggalian tersebut ditemukan situs pulau sawah I dan II. Sampai sekarang penggalain dihentikan untuk sementara, dikarenakan ketiadaan biaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar